Home > Health essays > Essay on Cholesterol and Fat

Essay: Essay on Cholesterol and Fat

Essay details and download:

  • Subject area(s): Health essays
  • Reading time: 15 minutes
  • Price: Free download
  • Published: 3 August 2014*
  • Last Modified: 23 July 2024
  • File format: Text
  • Words: 4,193 (approx)
  • Number of pages: 17 (approx)

Text preview of this essay:

This page of the essay has 4,193 words.

Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak. Lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh disamping zat gizi lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.
Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Disamping sebagai salah satu sumber energi, lemak atau khususnya kolesterol merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh, berperan sebagai prekrusor dari pengeluaran asam empedu yang disintesa dalam hati dan berfungsi untuk menyerap trigliserida (triasilgliserol) dan vitamin yang larut dalam lemak, serta sebagai prekrusor dari pembentukan semua hormon steroid di tubuh, estrogen dan testoteron (Muchtadi et al. (1993) dan Murray (2009)).
Kolesterol yang dibutuhkan, secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Setiap hari hati menghasilkan sekitar 700-1000mg kolesterol (Netzer, 1994). Selain itu kolesterol di dalam tubuh juga dapat bertambah yang sumbernya berasal dari makanan produk hewani seperti telur, hati, daging dan produk susu. Oleh sebab itu, penambahan kolesterol dari makanan menjadi amat penting untuk dikendalikan.
Kolesterol dalam tubuh yang berlebihan akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi ini merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung dan stroke (LIPI, 2009).
Faktor penyebab meningkatnya kolesterol di dalam darah, yaitu :
1. Faktor genetik
Tubuh terlalu banyak memproduksi kolesterol. Sekitar 80 % dari kolesterol di dalam darah diproduksi oleh tubuh sendiri. Ada sebagian orang yang memproduksi kolesterol lebih banyak dibandingkan yang lain. Ini disebabkan karena faktor keturunan. Pada kasus seperti ini meskipun hanya sedikit saja mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol atau lemak jenuh, tetapi tubuh tetap saja memproduksi kolesterol lebih banyak.
2. Faktor makanan
Dari beberapa faktor makanan, asupan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Lemak dalam makanan berdasarkan sumber asupan jenis lemak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Lemak jenuh berasal dari daging, minyak kelapa.
b. Lemak tidak jenuh terdiri dari : asam lemak omega 3, asam lemak omega 6 dan asam lemak omega 9.
Berdasarkan artikel dari UPT Balai Informasi Teknologi LIPI (2009), idealnya konsumsi pangan yang mengandung lemak adalah di bawah 30% dari total jumlah pangan yang dikonsumsi atau sekitar di bawah 300 mg per hari. Menurut Puspita (1999) batas maksimal konsumsi kolesterol adalah 25% dari kebutuhan energi sehari.
Kolesterol terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau dalam bentuk simpanan sebagai ester koesteril. Di dalam plasma, kedua jenis kolesterol tersebut diangkut oleh lipoprotein. Dari total kolesterol yang diproduksi oleh tubuh, 10% dihasilkan oleh hati dan usus. Selebihnya dihasilkan oleh hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti, sintesis kolesterol berlangsung di retikulum endoplasma dan sitosol. Kolesterol terdistribusi luas ke semua sel tubuh, terutama di jaringan saraf (Murray, 2009).
Lipoprotein sebagai pengangkut kolesterol dalam plasma dikelompokkan menjadi empat kelompok utama yang penting secara fisiologis, yaitu: Kilomikron yang berasal dari penyerapan triasilgliserol dan lipid lain di usus, Very Low Lipoprotein (VLDL) yaitu lipoprotein berdensitas sangat rendah yang berasal dari hati untuk ekspor triasilgliserol, Low Lipoprotein (LDL) yaitu lipoprotein berdensitas rendah yang menggambarkan suatu tahap akhir metabolisme VLDL dan High Low Lipoprotein (HDL) yaitu lipoprotein berdensitas tinggi yang berperan dalam transport kolesterol dan pada metabolisme VLDL dan kilomikron. Triasilgliserol adalah lipid utama pada kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid masing-masing adalah lipid utama pada LDL dan HDL.
Kolesterol dari makanan mencapai keseimbangan dengan kolesterol plasma dalam beberapa hari dan denmgan kolesterol jaringan dalam beberapa minggu. Ester kolesteril dalam makanan dihidrolisis menjadi kolesterol yang kemudian diserap oleh usus bersama dengan kolesterol tak teresterifikasi dan lipid lainnya dalam makanan. Bersama kolesterol disintesis usus, kolesterol ini kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron. Dari kolestrol yang diserap, 80-90% mengalami esterifikasi dengan asam lemak rantai panjang di mukosa usus. Sembilan puluh lima persen kolesterol kilomikron disalurkan ke hati dalam bentuk sisa kilomikron dan sebagian besar kolesterol yang diekskresikan oleh hati dalam bentuk VLDL dipertahankan selama pembentukan IDL dan akhirnya LDL yang diserap oleh reseptor LDL di hati dan jaringan ekstrahepatik (Murray, 2003).
Kolesterol dikeluarkan dari tubuh tanpa diubah atau setelah diubah menjadi garam empedu. Setiap hari, sekitar 1 gram kolesterol dikeluarkan dari tubuh. Sekitar separuhnya diekskresikan di dalam tinja setelah mengalami konversi menjadi garam empedu. Koprostanol adalah sterol utama dalam tinja, senyawa ini dibentuk dari kolesterol oleh bakteri di usus bagian bawah (Murray, 2009). Sisanya dikeluarkan melalui sintesis hormon steroid (40 mg/hari), urin (1mg/hari) dan sekitar 50mg/hari melalui keringat atau hilang melalui rambut dan kulit (Muchtadi et al., 1993).
Semua produk pencernaan asal lemak termasuk kolesterol diserap di 100 cm pertama usus halus, namun asam/garam empedu diserap hampir semuanya di ilium, dan sekitar 98% dikembalikan ke hati melalui sirkulasi porta. Hal ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Hanya sedikit asam empedu yang lolos dari absorbsi sehingga dikeluarkan melalui tinja yang merupakan jalur utama pengeluaran kolesterol dari tubuh.
2.1.2. LDL (Low Density Lipoprotein)
LDL merupakan pengangkut kolesterol utama dalam darah, mempunyai diameter 22 nm dan mempunyai massa sekitar tiga juta Dalton. Terdiri dari inti yang mengandung lebih kurang 1500 molekul kolesterol yang telah teresterifikasi. Inti molekul LDL bersifat hidrofob, dikelilingi oleh selubung yang dibentuk oleh fosfolipid dan kolesterol yang tidak teresterifikasi. Selubung LDL memiliki salinan protein yang disebut apo B-100 yang akan dikenali oleh sel sasaran.
LDL (Low Density Lipoprotein), jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol jahat. LDL mengangkut kolesterol paling banyak di dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkankan pengendapan kolesterol dalam arteri (Anonim, 2013).
Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah. Selanjutnya, LDL akan menembus dinding pembuluh darah melalui lapisan sel endotel, masuk ke lapisan dinding pembuluh darah yang lebih dalam yaitu intima.
LDL disebut lemak jahat karena memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. LDL ini bisa melekat karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas. LDL yang telah menyusup ke dalam intima akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL yang teroksidasi akan memacu terbentuknya zat yang dapat melekatkan dan menarik monosit (salah satu jenis sel darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima.
Disamping itu LDL yang teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag. Sementara itu LDL-teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna yang dapat mengubah makrofag menjadi sel busa.
Sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang makin lama makin besar sehingga membentuk benjolan yang mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah.
Keadaan ini akan semakin memburuk karena LDL akan teroksidasi sempurna juga merangsang sel-sel otot pada lapisan pembuluh darah yang lebih dalam (media) untuk masuk ke lapisan intima dan kemudian akan membelah-belah diri sehingga jumlahnya semakin banyak.
Timbunan lemak di dalam lapisan pembuluh darah (plak kolesterol) membuat saluran pembuluh darah menjadi sempit sehingga aliran darah kurang lancar.
Plak kolesterol pada dinding pembuluh darah bersifat rapuh dan mudah pecah, meninggalkan “luka” pada dinding pembuluh darah yang dapat mengaktifkan pembentukan bekuan darah.
Karena pembuluh darah sudah mengalami penyempitan dan pengerasan oleh plak kolesterol, maka bekuan darah ini mudah menyumbat pembuluh darah secara total.
2.1.3. HDL (High Density Lipoprotein)
HDL (High Density Lipoprotein). Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol dalam HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah) (Anonim, 2013).
Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu.
LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak yang “jahat” karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang “baik” karena dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat.
2.1.4. Trigliserida (TG)
Selain LDL dan HDL, yang penting untuk diketahui juga adalah Trigliserida, yaitu satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh. Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan, konsumsi alkohol, gula, dan makanan berlemak. Tingginya kadar trigliserida (TG) dapat dikontrol dengan diet rendah karbohidrat (Anonim, 2013).
Trigliserida merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan, diet tinggi gula atau lemak serta gaya hidup. Peningkatan trigliserida akan menambah risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke. Mereka yang mempunyai trigliserida tinggi juga cenderung mengalami gangguan dalam tekanan darah dan risiko diabetes.
2.2. Durian (Durio zibethinus Murr.)
Menurut data sejarah, durian pertama kali ditemukan pada abad ke-18 di Malaya oleh seorang ahli pengetahuan alam bernama Murray yang memiliki nama asli Alfred Russel Wallace. Awalnya durian mendapat pandangan negatif dari Murray karena aroma buahnya yang menyengat dan sangat mengganggu, bahkan ia memberikan nama zibethinus pada durian karena menurutnya bau durian seperti bau musang (AAK, 1997).
Untuk sebagian orang terutama bagi hidung orang Eropa, memang aroma buah durian amat busuk dan menusuk. Namun di daerah asalanya, yaitu daerah-daerah dengan iklim tropis basah di Asia Tenggara dan sebagian Australia, durian menjadi buah primadona dan memiliki nilai jual tinggi bahkan dijuluki sebagai King of Fruit. Penyebaran durian di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan sebagian pulau Papua (Wiryanta, 2003).
Ada sekitar 27 jenis Durio di dunia, 19 diantaranya ada di pulau Kalimantan. Dari 19 jenis tersebut, 14 diantaranya adalah jenis endemik Kalimantan. Oleh sebab itu, Kalimantan menjadi pusat persebaran Durio terpenting di dunia. Di samping itu ditemukan pula 9 jenis Durio yang dapat dimakan buahnya (edible fruits). Kesembilan jenis itu yaitu D. dulcis (lahong), D. excelcus (apun), D. grandiflorus (sukang), D. graveolens (tuwala), D. kutejensis (lai), D. lowianus (tekawai), D. oxleyanus (kerantungan), D. testudinarum (sekura) dan D. zibethinus (durian). Saat ini D. zibethinus adalah jenis durian yang paling banyak dibudidayakan dan menjadi buah favorit di kawasan Indonesia bagian barat (LIPI, 2005).
Pada habitat aslinya, durian dapat berumur sampai kurang lebih 200 tahun dan ketinggian dapat mencapai 50 meter. Pohon durian memiliki percabangan yang tumbuh mendatar atau tegak membentuk sudut yang bervariasi. Memiliki banyak cabang dan membentuk tajuk mirip kerucut atau segitiga. Daun umumnya berbentuk bulat memanjang (oblogus) dengan bagian ujung meruncing, tumbuh tunggal dan letaknya berselang-seling. Struktur daun agak tebal dengan permukaan daun bagian atas berwarna hijau mengkilap dan bagian bawah berwarna cokelat atau kuning keemasan.
Bunga durian tersusun dalam tangkai agak panjang dan bergerombol, berkelamin ganda (hermaphroditus), masa mekarnya bunga dari awal kemunculannya sampai mekar memerlukan waktu sekitar 6 minggu. Per musim durian dapat menghasilkan 1.000-100.000 kuntum bunga yang tersusun dalam beberapa gerombol yang muncul di cabang atau ranting. Setelah bunga mengalami penyerbukan yang dibantu angin atau serangga, kelopak bunga akan berguguran menyisakan benang sari dan putik. Dari ribuan kuntum bunga yang ada, tidak semua akan menjadi bakal buah karena adanya perebutan unsur hara. Pada durian produksi yang pertumbuhannya terkontrol, bunga yang tumbuh pada setiap gerombol akan dipotong dan disisakan 2 bunga saja untuk kemudian dikembangkan menjadi bakal buah. Kemudian 2 bakal buah tadi dipotong salah satunya dan sisanya yang terbaik dibiarkan tumbuh untuk dipelihara dan dirawat menjadi durian yang siap dikonsumsi.
Buah durian berbentuk bulat, bulat panjang sampai tidak beraturan. Buah durian yang matang dan siap dipetik berusia kurang lebih 4 bulan setelah bunganya mekar. Warna kulit durian hijau sampai cokelat kekuningan. Daging buah (salut biji) terletak dalam ruang/petak dalam buah. Daging buah yang matang berwarna kuning atau putih dan mengeluarkan aroma yang khas. Akar durian merupakan akar tunggang, dapat menembus tanah sampai kedalaman lebih kurang tiga meter (Wiryanta, 2003).
Buah durian biasanya dikonsumsi segar yaitu langsung dikonsumsi begitu saja, dibuat sari buah atau dibuat menjadi es krim. Untuk bisa menikmati buah durian sepanjang tahun, memperpanjang masa simpan dan penganekaragaman produk, durian dapat pula diolah menjadi berbagai jenis pangan lain melalui serangkaian pengolahan. Pengolahan daging durian dapat dikategorikan menjadi dua jenis pengolahan pangan yaitu pengolahan yang melibatkan mikroba atau diproses secara mikrobiologi (fermentasi) dan pengolahan secara fisika kimia (non-fermentasi). Pengolahan secara mikrobiologi adalah pengolahan pangan yang dalam proses pembuatannya dibantu oleh bakteri asam laktat atau biasa disebut sebagai proses fermentasi. Produk yang dihasilkan dikenal dengan sebutan tempoyak. Sedangkan produk olahan durian non-fermentasi umumnya adalah lempok, selai, fruit leather, dodol, keripik durian dan lain-lain (Yuliana, 2007).
Buah durian termasuk buah yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup banyak seperti yang tertera dalam tabel berikut.
Tabel 1. Kandungan gizi buah durian per 100gr daging durian (Wiryanta, 2003)
Nama Jumlah Satuan Nama Jumlah Satuan
Energi 156 kkal Fosfor 34 milligram
Air 62,5 gr Besi 1,1 milligram
Protein 2,1 gr Beta karoten 46 mikrogram
Lemak 3,3 gr Vitamin A 8 mikrogram
Karbohidrat 29,6 gr Thiamin 0,16 milligram
Serat kasar 1,4 gr Riboflavin 0,23 milligram
Abu 0,9 gr Niasin 2,5 milligram
Kalsium 29 miligram Vitamin C 35 milligram
Klasifikasi durian (Durio zibethinus Murr.) menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Famili : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus Murr.
2.3. Pangan Hasil Fermentasi
Fermentasi merupakan satu dari bentuk pengawetan makanan yang tertua di dunia yang dilakukan oleh manusia. Hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Segala sesuatu tentang pengetahuan dan metode yang berkaitan dengan pengolahan pangan fermentasi diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Namun proses fermentasi yang dilakukan di masa lalu tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tentang peran dan fungsi mikroba dalam merubah karakteristik pangan, hanya lebih kepada tradisi bahwa teknik penyimpanan dan penanganan bahan pangan dengan cara tertentu ternyata akan menghasilkan jenis produk pangan baru yang berbeda dari pangan asalnya (SEAFAST, 2011). Pada masa kini, fermentasi dari berbagai produk, jenis mikroba yang terdapat di dalamnya serta fungsinya telah banyak dipelajari (Rhee et al., 2011).
Pangan yang bersifat musiman dan mudah rusak dapat diawetkan dan dinikmati sepanjang tahun dengan melakukan proses fermentasi pada pangan tersebut. Hal inilah yang menjadi tujuan awal dari proses fermentasi. Sejalan dengan berkembangnya berbagai jenis alternatif pengawetan pangan maka pengembangan produk pangan fermentasi saat ini lebih karena tekstur, aroma dan rasanya yang unik. Dampak positif dari produk fermentasi terhadap kesehatan konsumen juga menjadi salah satu alasan penting untuk mengembangkan produk fermentasi saat ini. Pemecahan komponen yang kompleks pada produk asal fermentasi menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana menyebabkan produk fermentasi lebih mudah dicerna daripada produk pangan asalnya. Selain itu, banyak pula laporan dari berbagai jenis produk fermentasi yang semakin memperpanjang dampak positif fermentasi, seperti adanya peningkatan kandungan beberapa vitamin, antioksidan, dan senyawa lain yang bermanfaat bagi kesehatan. Proses fermentasi yang menghasilkan produk probiotik memiliki bakteri asam laktat yang berada di dalam produk tersebut. Adanya bakteri asam laktat di dalam probiotik menjadikannya sebagai ‘mikroba baik’, yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan membantu menjaga kesehatan saluran cerna. Beberapa dari jenis bakteri asam laktat juga dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit degeneratif (SEAFAST, 2011).
Pengawetan bahan pangan dengan proses fermentasi yang memberikan perubahan-perubahan kimia dan fisik yang mengubah rupa, bentuk dan rasa dari bahan pangan aslinya tergantung pada produksi mikroorganisme tertentu. Perubahan-perubahan ini dapat memperbaiki gizi dari produk dan umumnya menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan (Buckle et al., 2010).
Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Metabolisme ini dilakukan oleh mikroorganisme hidup dengan memanfaatkan tempat hidupnya (substrat) untuk mendapatkan energi. Substrat utama yang digunakan dalam proses fermentasi adalah karbohidrat (Buckle et al., 2010 dan Stainer et al., 1984). Dari karbohidrat yang tersedia, mikroba mencernanya dan menghasilkan air, karbondioksida (CO2) dan sejumlah energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh. Metabolisme ini disebut metabolisme aerobik. Selain itu, beberapa mikroorganisme juga ada yang menghasilkan produk akhir berupa metabolik organik seperti asam laktat, asam asetat, etanol, asam organik volatil dan alkohol (Buckle et al., 2010).
Beberapa organisme mampu mengolah bahan baku sumber energinya tanpa menggunakan oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku energi ini tidak semua dipecah dan dicerna. Yang dihasilkan oleh organisme jenis ini adalah hanya sejumlah kecil energi, karbondioksida, air dan produk akhir metabolik organik lain. Zat-zat produk akhir ini termasuk sejumlah besar asam laktat, asam asetat dan etanol serta sejumlah kecil asam organik volatile lainnya, alkohol dan ester dari alkohol tersebut. Pertumbuhan mikroorganisme yang terjadi tanpa adanya oksigen sering dikenal dengan fermentasi (Buckle et al., 2010).
Bakteri asam laktat umumnya menghasilkan sejumlah besar asam laktat dari fermentasi substrat energi karbohidrat. Bila yang berkembang kebanyakan dari khamir, maka akan cenderung memfermentasikan substrat karbohidrat untuk menghasilkan etanol bersama sedikit produk akhir lainnya.
Gambar 1. Dasar biokimia dan fermentasi (Buckle, et al., 2010)
Indonesia memiliki beragam jenis produk fermentasi daerah. Keberagaman kondisi lingkungan dan budaya secara tidak langsung mempengaruhi karakteristik produk fermentasi tradisional khas daerah.
Produk fermentasi khas Indonesia jika dilihat dari mekanisme kerja mikrobanya, secara umum dapat dimasukkan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
‘ Pertama, kelompok fermentasi yang menghidrolisis protein dari ikan, udang dan produk-produk laut lainnya secara enzimatis pada lingkungan yang memiliki konsentrasi garam yang relatif tinggi. Kelompok fermentasi ini akan menghasilkan produk dengan tekstur seperti saos atau pasta dengan flavor seperti daging. Contoh produknya adalah terasi yang dibuat dari udang rebon atau ikan kecil, yang harga produk asalnya lebih rendah dibanding harga terasinya.
‘ Kedua, kelompok ermentasi yang menghasilkan tekstur seperti daging pada substrat sereal, biji-bijian, ataupun kacang-kacangan. Pada kelompok fermentasi ini, ada 2 jenis fermentasi yang terjadi. Pertama, karena adanya pembentukan miselium kapang yang berfungsi sebagai pengikat antar butir-butir serealia, biji-bijian ataupun kacang-kacangan seperti pembentukan tempe atau oncom. Kedua, jenis fermentasi yang menumbuhkan mikroba starter pada media substrat untuk menghasilkan konsentrat enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis zat-zat tertentu saat proses fermentasi, contohnya adalah kecap, tauco dan tape.
‘ Ketiga, kelompok fermentasi yang menghasilkan asam organik sebagai produk utamanya. Contoh produk fermentasi yang termasuk dalam kelompok ini seperti dadih, dangke, acar dan tempoyak. Tempoyak yang memiliki citarasa asam dengan sedikit rasa manis dan asin adalah produk fermentasi daging durian yang sudah lewat matang (over ripe). Banyak berkembang di wilayah Malaysia dan beberapa daerah di Indonesia. Tempoyak biasanya digunakan sebagai bahan makanan tambahan untuk beberapa produk olahan ikan dan sayur (SEAFAST, 2011).
2.3.1. Tempoyak
Melimpahnya buah durian di Kalimantan pada masa panen membuat masyarakat Kalimantan bertindak kreatif. Masyarakat memanfaatkan durian yang berlimpah tersebut menjadi pangan yang dapat disimpan untuk beberapa waktu. Salah satu produk pangan asal durian tersebut adalah tempoyak. Pembuatan tempoyak merupakan salah satu tujuan dari fermentasi yaitu mengawetkan makanan, teknik pengawetan daging buah durian secara tradisional (Ekowati, 2009).
Proses fermentasi daging durian menjadi tempoyak dapat dilakukan dengan penambahan kultur atau ragi dan dapat pula terjadi secara spontan. Umumnya masyarakat membuat tempoyak secara tradisional dan sifatnya spontan tanpa penambahan kultur murni atau inokulum apapun. Pengolahan durian yang dilakukan secara fermentasi tersebut menghasilkan produk yang dikenal dengan nama berbagai nama seperti tempoyak, pikel durian, pekasam atau durian asam. Pada umumnya masyarakat mengolah daging durian secara fermentasi menjadi tempoyak dalam skala industri rumahan. Masyarakat yang sering mengolah durian menjadi tempoyak biasanya memiliki daerah yang banyak ditumbuhi pohon durian. Sehingga, pada saat musim panen durian tiba dan buah durian begitu melimpah, masyarakat memanfaatkan kelebihan durian atau durian yang berkualitas jelek untuk dikonsumsi segar menjadi tempoyak.
Tempoyak hasil fermentasi buah durian berbentuk seperti bubur dengan aroma khas dan berwarna kuning krem dan banyak dikonsumsi di daerah Malaysia dan Indonesia sebagai makanan tambahan atau sebagai kondimen atau bumbu. Sebagai bumbu, tempoyak digunakan dalam hidangan ikan dan sayur. Bumbu ini dibuat dari daging buah durian yang dilumatkan yang dicampur dengan garam dan difermentasi dalam keadaan anaerobik pada wadah tertutup. Fermentasinya berlangsung sekitar 5-10 hari dan akan mengubah teksturnya menjadi lebih lunak (semisolid) dengan aroma dan rasa asam yang dominan.
Untuk menghasilkan tempoyak, daging buah durian difermentasi dengan penambahan garam yang melibatkan mikroorganisme bakteri asam laktat, sehingga fermentasi durian menjadi tempoyak termasuk ke dalam fermentasi bakteri asam laktat. Penambahan garam pada bubur daging durian yang akan difermentasi ini berguna untuk menarik kadar air dan bahan-bahan bergizi dari jaringan bahan yang difermentasi, yang kemudian akan digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri yang terlibat dalam fermentasi.
Mernurut Yuliana (2007), hal yang harus diperhatikan pada pengolahan durian secara fermentasi adalah terciptanya kondisi anaerobik sampai sedikit aerobik, karena fermentasi melibatkan bakteri asam laktat yang bersifat aerofilik (kondisi sedikit aerobik). Dengan demikian bahan fermentasi harus seimbang dengan wadah fermentasi sedemikian rupa sehingga hanya tersisa sedikit ruang antara bahan dan tutup wadah. Jika terlalu penuh, kemungkinan akan terjadi desakan tutup oleh gas yang dihasilkan selama fermentasi, sedangkan jika terlalu banyak ruang kosong kondisi anaerobik kurang terbentuk akibatnya terjadi peluang kontaminasi.
Penambahan garam pada pembuatan tempoyak di masyarakat sangat bervariasi (2,5 % sampai dengan 30% b/b). Secara garis besar kandungan garam yang ditambahkan dapat menghasilkan dua jenis tempoyak yang berbeda yaitu tempoyak asam jika kandungan garam kurang dari 5% dan tempoyak asin jika diberi penambahan garam lebih dari 5%. Kandungan garam yang rendah akan lebih mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga produk akhir mempunyai tingkat keasaman tinggi dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan tempoyak yang diberi garam tinggi. Namun demikian, tempoyak yang dihasilkan dengan garam tinggi lebih awet dibandingkan dengan yang bergaram rendah.
Penambahan garam pada bahan akan menyebabkan pelepasan cairan dari bahan dasar. Cairan tersebut mengandung gula, protein terlarut, mineral dan zat-zat lain yang dapat digunakan sebagai substrat oleh bakteri asam laktat (BAL). Larutan garam juga berfungsi sebagai media selektif pertumbuhan mikroorganisme. Pada kadar garam yang rendah, jumlah dan jenis mikroba yang tumbuh lebih banyak, produksi asam lebih cepat sehingga berpengaruh terhadap keasaman total. Sedangkan pada tempoyak yang diberi garam tinggi, hanya bakteri asam laktat selektif yang dapat hidup sehingga tingkat keasaman berkurang dan secara sensori, rasa asin menjadi dominan.
Rasa asam dari tempoyak berasal dari asam yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) selama proses fermentasi (Yuliana dan Dizon, 2011). Pada riset sebelumnya menyatakan bahwa mikrorganisme yang dominan berada dalam tempoyak adalah bakteri Lactobacillus (Ekowati, 2009).
2.4. Ayam Broiler
Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia (Prihatman, 2000).
Ayam pedaging muda atau ayam broiler memiliki keistimewaan dan kemampuan yang dibatasi oleh umur, sifat daging, cara memelihara, pemberian makan, bibit, pengolahan dan cara memasaknya.
Istilah broiler semula berasal dari suatu cara pemasakan dari ayam muda yang khas, ayam yang kecil tetapi empuk, biasanya berasal dari ayam yang berumur di bawah 8 minggu dengan berat badan tertentu.
Seorang ahli peternakan unggas memberikan batasan bahwa ayam broiler ini adalah ayam yang dijual pada umur 7-8 minggu dengan berat badan tertentu, biasanya sekitar 1,8 kg. Di Indonesia ayam broiler dijual dengan umur 5-7 minggu dengan berat kurang dari 1,7 kg atau bahkan ada yang lebih ringan lagi. Sehingga, ayam yang digunakan dalam kebutuhan ini adalah ayam yang pertumbuhannya cepat sekali dan memiliki timbunan daging yang banyak dan baik (Rasyaf, 2004).
Ayam broiler pedaging yang dipelihara oleh peternak dikenal dengan sebutan ‘Final Stock’ artinya bibit DOC yang dibeli itu hanya dapat digunakan untuk memproduksi daging saja dan tidak dapat diternakkan lebih lanjut untuk ditetaskan lagi dengan ‘prestasi’ yang sama dengan induknya. Ayam broiler yang dipelihara itu atau dikenal juga dengan sebutan ‘commercial stock’ itu memang dapat dipelihara terus sampai bertelur lalu ditetaskan bila dipelihara dengan pejantan. Tetapi keturunannya tidak sebaik induknya, pertumbuhannya lambat, daya tahan sangat merosot dan lain-lain. Itulah sebabnya dinamakan final atau akhir (Rasyaf, 2004).
Faktor genetis atau keturunan ialah faktor yang diperoleh semenjak lahir, dan faktor inilah yang menentukan tinggi rendahnya produksi. Maka dalam memilih bibit ayam untuk dipelihara hendaknya diperhatikan cirri-ciri genetisnya.
Keberhasilan produksi suatu ussaha peternakan sangat ditentukan beberapa faktor, di antaranya adalah sifat genetis ternak yang dipelihara, manajemen pemeliharaan dan makanan. Terpenuhinya kebutuhan makanan, baik kualitas maupun kuantitas sangat menentukan penampilan produksi ternak yang dibudidayakan, terutama produksi ayam ras pedaging. Sifat genetis ayam ras pedaging meiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Karena itu produksi yang optimal hanya bisa diwujudkan apabila ayam memperoleh makanan yang berkualitas baik dan dalam jumlah yang cukup.
Pakan dikatakan berkualitas baik jika mampu memberikan seluruh kebutuhan nutrisi secara tepat baik jenis, jumlah serta imbangan nutrisi tersebut bagi ternak. Dengan pakan yang berkualitas baik, proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh ternak akan berlangsung sempurna, sehingga ternak akan dapat memberikan hasil akhir berupa daging yang sesuai dengan harapan.
Di dalam tubuh ayam, nutrisi digunakan untuk keperluan hidup pokok dan kelebihannya dapat digunakan untuk produksi dan reproduksi. Dapat dikatakan bahwa ternak hanya akan berproduksi setelah kebutuhan pokok hidupnya terpenuhi.
Berdasarkan jenisnya, pakan ayam ras pedaging dibedakan menjadi dua jenis, yaitu;
1. Pakan ayam ras masa starter, biasanya disebut BR1 merupakan pakan berbentuk tepung, pellet atau remah (crumble) yang diberikan kepada ayam ras pedaging mulai umur 1 hari (DOC) hingga umur 21 hari.
2. Pakan ayam ras pedaging masa finisher, biasa disebut BR2 merupakan pakan berbentuk tepung, pellet atau remah (crumble) yang diberikan kepada ayam ras pedaging mulai umur 21 hari hingga panen.
Tabel 2. Kandungan nutrisi BR1 dan BR2 (Kartadisastra, 1994)
No. Unsur nutrisi BR1 (%) BR2 (%)
1 Protein 22 20
2 Lysin 1,2 1
3 Methionin 0,5 0,45
4 Cystine 0,9 0,8
5 Lemak 8 8
6 Serat 5 5
7 Mineral 1 1
Perbedaan kedua jenis pakan tersebut terdapat pada kandungan nutrisinya. Hal ini mengacu pada tingkat imbangan energi metabolisme dan protein yang berbeda untuk kedua masa atau umur ayam ras pedaging (Ichwan, 2003).
Namun pada praktek pemeliharaan ayam broiler di lapangan, ada sebagian peternak yang lebih memilih menggunakan ransum BR1 mulai dari DOC umur sehari sampai masa panen karena BR1 memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibanding BR2. Kandungan protein tinggi akan mempercepat pertumbuhan ayam broiler dan memperbanyak dagingnya (Rasyaf, 1992).

About this essay:

If you use part of this page in your own work, you need to provide a citation, as follows:

Essay Sauce, Essay on Cholesterol and Fat. Available from:<https://www.essaysauce.com/health-essays/essay-cholesterol-fat/> [Accessed 19-12-24].

These Health essays have been submitted to us by students in order to help you with your studies.

* This essay may have been previously published on EssaySauce.com and/or Essay.uk.com at an earlier date than indicated.